Transformasi PTKIN Dibuka 2020, Dirjen Pendis Ingatkan Syarat Mutu dan Kualitas
By Abdi Satria
nusakini.com-Bogor -Tahun 2019 merupakan tahun terakhir moratorium perubahan bentuk (transformasi) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKI) dari IAIN (institut) menjadi UIN (universitas). Sebagai langkah persiapan teknis, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pendirian/Penegerian PTKI Perubahan Bentuk dari IAIN menjadi UIN.
Rakor berlangsung tiga hari, 13-15 Mei 2019, di Bogor. Hadir dalam acara tersebut, Prof. Dr. Nur Kholis Setiawan (Sekjen Kementerian Agama), Prof. Dr. Kamaruddin Amin (Dirjen Pendidikan Islam), Dr. Imam Safe’i (Sesditjen Pendidikan Islam), Prof. Dr. M. Arskal Salim GP (Direktur PTKI), Afrizal Zen, M.Si (Kabiro Ortala), Prof. Dr. Suwito (Asesor BAN PT), Agus Sholeh. M.Ed (Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama), para Rektor dan pimpinan PTKIN pengusul perubahan bentuk.
Kamaruddin Amin menegaskan, transformasi kelembagaan dari institut menjadi universitas merupakan cita-cita bersama. Namun, Kamaruddin mengingatkan bahwa design teknokratik pendidikan Indonesia tahun 2019-2024 bertumpu kepada mutu dan kualitas. "Oleh karena itu, PTKIN yang akan mengajukan perubahan bentuk maka mutu dan kualitas menjadi syarat utama," tegas Kamaruddin di Bogor, Senin (13/05).
Selain mutu dan kualitas, lanjut Kamaruddin, ada dua syarat transformasi institut menjadi universitas. Pertama, Integrasi Keilmuan. Ini merupakan amanah dari transformasi yang digagas para pendahulu. Pimpinan PTKI harus memperkuat argumentasi terkait dengan hal ini. Bagaimana mewujudkan integrasi keilmuan yang diturunkan kepada kurikulum dan SDM yang akan memberikan pemahaman terhadap para mahasiswa. "Integrasi keilmuan berdasarkan distingsi yang dimiliki masing-masing," ujarnya.
Kedua: Terjaganya Prodi Studi Islam. Pimpinan PTKI harus membuat renstra 5 tahun tentang penguatan prodi studi Islam pasca transformasi.
“Kita harus menjawab tuduhan dari beberapa kalangan yang menyatakan bahwa transformasi kelembagaan ini menyebabkan prodi studi Islam lemah, belum ada penelitian terkait dengan mutu dan kualitas studi Islam pasca transformasi menjadi UIN," pinta Kamaruddin Amin.
Akreditasi, baik institusi maupun prodi, juga menjadi penentu transformasi kelembagaan. Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Arskal Salim menambahkan, transformasi harus dibangun atas dasar mutu dan kualitas, bukan atas dasar kepentingan politis semata.
“Proses perubahan bentuk ini akan kita mulai pada tahun 2020 dan saat ini sudah ada 6 IAIN yang sudah siap mengajukan proposal, yaitu: IAIN Jember, IAIN Purwokerto, IAIN Palangkaraya, IAIN Samarinda, IAIN Padangsidempuan, dan IAIN Bengkulu”, tambahnya.(p/ab)